Gunadarma

Tuesday, December 29, 2009

Konflik Perusahaan dengan Warga Sekitar


PT. KUSUMA PERKASAWANA

Latar Belakang Terjadinya Kasus
  • Undang-undang agrarian dan undang-undang kehutanan tidak semuanya sinkron, bahkan dapat menjadi pemicu atau sumber konflik, karena sangat sarat dengan pemahaman dan penafsiran yang berbeda, tergantung kacamata kepentinganyang dipakai.
  • Tidak ada landasan hukum yang jelas dan pasti mengenai batas-batas administrasi yang berhubungan dangan tanah hutan ataupun kawasan hutan dengan hak (Ulayat) masyarakat adapt.
  • Salah memahami makna hutan dan segala manfaat dan fungsi hutan.
  • Tidak banyak manfaat yang dinikmati masyarakat sekitar/didalam hutan atas adanya kegiatan Hak Pengusaha Hutan di satu sisi dan hilangnya akses/sumber kehidupan masyarakat akibat pemanfaatan hutan oleh Pemerintah atau Swasta disisi lain.
  • Sebagian besar masyarakat disekitar/didalam hutan, masih menggantungkan hidupnya dari hasil pemanfaatan hutan dan tumbuhan hutannya. Selain hal tersebut, pada umumnya sebagian besar dari mereka termasuk kriteria miskin, baik miskin dari sudut pandang ekonomi, social (pendidikan, kesehatan dan miskin pemaknaan Nasionalisme).

Nama Perorangan/Kelompok yang Berkonflik
  • Sdr. Anggen Tentoh Tuban
  • Keluarga Sdr. Anggen Tentoh Tuban
  • Sdr. Lehie Elong
  • Keluarga Sdr. Lehie Elong

Kronologis Kasus
Setelah melalui semua tahapan administrasi dan ketentuan-ketentuan yang berlaku, yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan HTI PT. Kusuma Perkasawaba, maka sejak tahun 1993, pelaksanaan fisik pembangunan HTI dilapangan diawali, mencakup Pembukaan Lahan, Pembibitan dan penanaman.

Sebelum dilakukan kegiatan Pembukaan Lahan, terlebih dahulu diberitahukan kepada masyarakat disekitar/didalam hutan melalui Kepala Desa masing-masing.

Sampai tahun 1995, kegiatan pembangunan HTI masih berjalan normal dan lancer, dalam artian belum ada tuntutan-tuntutan dari pihak manapun, termasuk masyarakat sekitar, barkaitan dengan pemanfaatan hutn untuk kegiatan pembangunan HTI. Secara kebetulan lokasi areal kerja HTI PT. Kusuma Perkasawana berada didalam areal HPH PT. SARPATIM yang nota bene masih aktif hingga saat ini.

Namun sejak tahun 1996 mulai tampak tuntutan-tuntutan dari berbagai pihak masyarakat disekitar/didalam hutan, baik dalam bentuk individu maupun kelompok. Pada umumnya tuntutan masyarakat tersebut adalah atas tanaman tumbuh, lahan dan kuburan/situs.

Tuntutan mereka pada waktu itu sangat tidak realistis dan masuk akal sehat, karena jumlahnya yang sangat besar. Kalau dinilai dalam bentuk ruliah dapat mencapai 17 M atas kurang lebih 780 ha lahan/lading, ratusan tanam tumbuh dan 7 situs.

Melalui pendekatan dengan Tokoh Masyarakat, Pemerintah Daerah (Bupati, Camat), Aparat Keamanan, konflik yang dimaksud dapat diredam dengan kompensasi, antara lain: pembuatan fasilitas umum, jalan tembus antar desa, mempekerjakan sebagian masyarakat menjadi pemborong kegiatan pembangunan HTI (pembibitan, penyiapan lahan, pemeliharaan dan lain-lain), tumpang sari dan lain-lain.

Namun setelash peristiwa etnis di Sampit dan sekitarnya pada tahun 2001, masyarakat yang sama menuntuk lagi hak ulayat, tanaman tumbuh dan situs yang dimotori oleh Sdr. Anggen Tentoh Tuban dan Sdr. Lehie Elong. Mereka mendesak dengan cara (intimidasi, pencurian barang-barang HTI, dll) agar dilakukan ganti rugi atas tanaman tumbuh, lahan, situs, dll yang dianggap belum terbayar.

Dengan berbagai upaya, baik melalui PEMDA KOTIM, BPN, Tokoh Masyarakat (Sdr. Tyel Jalau) disepakatilah untuk memberikan santunan sebesar rp 152.298.500,- dalam jumlah ini sebenarnya belum termasuk ganti rugi yang telah diberikan kepada mereka pada tahun sebelumnya kurang lebih Rp 200.000.000,- yakni sejak tahun 1996 s/d tahun 2000.

Dengan diberikan atau diterimanya santunan tersebut, kedua belah pihak, masyarakat dan pihak Perusahaan sepakat untuk menuangkan hasil penyelesaian konflik tersebut kedalam suatu AKTE NOTARIS, yakni Notaris Irwan Junaidi SH dengan No. Akte 63.

Hingga saat ini, belum timbul lagi tuntutan atau konflik serupa dari masyarakat yang sama terhadao Perusahaan. Mudah-mudahan pada waktu yang akan datang tidak ada lagi konflik atau tuntutan masyarakat atas areal yang di alokasikan Pemerintah untuk pembangunan HTI.

Tokoh Utama yang Berkonflik
  • Sdr. Anggen Tentoh Tuban
  • Sdr. Lehie Elong

Mediator (Umumnya Pihak Luar, LSM)
Pemda TK. II Kabupaten Kota-waringin Timur, An. Bapak Drs. Mantil, Kabag Ketertiban dan Kemasyarakatan Kabupaten TK. II KOTIM

Tuntutan yang Diminta
  • Tanaman tumbuh dan lahan hutan yang kena gususr akibat kegiatan pembangunan HTI.
  • Situs atau Kuburan nenek moyang mereka, yang menurut pengakuan mereka dimakamkan pada salah satu daerah bukit di areal HTI dan kebetulan daerah tersebut ikut terbakar pada saat penyiapan lahan (pada waktu itu belum ada larangan pembakaran pada saat penyiapan lahan oleh Menhut).
  • Nilai yang dituntut kurang lebih 17 M.

Mediator Perusahaan
Secara formal tidak ada, tetapi semua unsure pimpinan Perusahaan dilapangan, bertindak dan berupaya untuk melakukan pendekatan, baik melalui Tokoh Masyarakat, Tokoh Pendidik (Guru), Tokoh Agama dan Pemerintah Setempat.

Sarana/media yang dipergunakan untuk melakukan penyelesaian konflik adalah melalui dialog, kegiatan Tumpang Sari, pemberian bantuan fasilitas Perusahaan (kendaraan) untuk mengangkut hasil kebun/pertanian mereka ke pasar terdekat, pengadaaan sembako dalam bentuk kegiatan Koperasi Perusahaan. Hal ini sangat membantu mereka, terutama yang domisilinya jauh dari pasar resmi.

Kompromi/Kompensasi/Penyelesaian
  • Dengan dana santunan dari perusahaan sebesar Rp 152.298.500,- (tidak termasuk dana-dana taktis yang telah dikeluarkan oleh Perusahaan untuk hal yang sama sebesar Rp 200.000.000,-) sejak tahun 1996 s/d tahun 2000.
  • Merekrut tenaga dari masyarakat sekitar untuk dipekerjakan pada Perusahaan.
  • Tumoang Sari pada areal HTI dan hasilnya dibawa ke pasar terdekat pengangkutannya oleh Perusahaan.
  • Fasilitas jalan yang dibangun ileh Perusahaan untuk menghunbungkan antar Desa di Sekitar areal kerja HTI.

Kerugian Perusahaan Akibat Konflik
  • Kerusakan kantor, Mes, Barak dan lain-lain sebagai akibat amuk masyarakat penuntut ganti rugi.
  • Terhentinya berbagai kegiatan Pembangunan HTI seperti pembukaan lahan, penanaman selama tuntutan ganti rugi belum mendapat penyelesaian secara final.
  • Terjadinya keresahan dan ketidak nyamanan diantara keryawan dan keluargaya sebagai akibat intimidasi oleh masyarakat tertentu.
  • Sebagai akibat lanjutan, tidak tercapainya target yang telah di rencanakan, misalnya: target luas tanaman pada tahun 2000 seharusnya mencapai 7.600 ha, namun yang tercapai baru sekitar 5.137 ha.

Catatan:
  • Menurut hasil penilaian POKJA Dephut, PT. Kusuma Perkasawana layak Teknis maupunn Finansial.
  • Menurut penilaian LPI, PT. kusuma Perkasawana layak dilanjutkan dengan NILAI 159.
  • Luas areal (bruto) : 11.300 ha, luas (netto : 7.600 ha dan luas tanaman yang ada seluas : 5.137 ha, terdiri dari jenis tanaman Karet (2.508 ha), Sengon (1.804 ha), Sungkai (576 ha) dan Gmelina (294 ha).
  • PT. Kusuma Perkasawana merupakan Perusahaan Petungan antara PT. Sarmiento Parakanca Timber (PT. SARPATIM) dengan PT. INHUTANI III. Berlokasi di Sei Mentaya, Kecamatan Mentaya Hulu dan Seruyan Tengah, Kabupaten Kotim, Propinsi Kalteng.


Sumber :
Konflik Sosial Kehutanan oleh Lisman Sumardjani, 2005


0 comments:

Post a Comment

Rafly Andreas. Powered by Blogger.
casper
Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More